Semarang (9/08/16), kampus merupakan tempat yang dapat menjadi jurang atau tangga bagi mahasiswa. Di kala mahasiswa terjebak hanya dengan kegiatan akademiknya, maka ia memilih jurang bagi dirinya. Sedangkan, jika mahasiswa dapat membagi waktu antara bidang akademik dan organisasi, maka ia telah memilih tangga untuk naik ke puncak kesuksesanya. Setidaknya begitu kata sebagian orang. Sebut saja mereka aktifis.
Kaderisasi berarti memanipulasi. Memanipulasi sifat kita yang dulunya manja menjadi mandiri, yang dulunya egois menjadi solid, dan yang dulunya bigot (apatis) menjadi pribadi inisiatif. Dan itu semua membutuhkan proses yang tidak mudah, karena cara berpikir kita pada awalnya tidak akan sama dengan para pengkader. Tapi percayalah. Mereka tidak akan menyetir kita ke arah yang tidak baik.
Indonesia tidak terlalu membutuhkan mahasiswa yang hanya pintar akademiknya saja, tetapi juga yang bermental kebangsaan dan mempunyai rasa empati terhadap negara, karena jika hanya bermodalkan akademik, maka dapat dipastikan mahasiswa tersebut hanya akan berakhir di perusahaaan asing dan memperkaya aset asing. Kaderisasi menjadi solusi akan hal itu. Dimana mahasiswa akan diperkenalkan dengan rasa empati terhadap sesama, tetapi sekali lagi, hal itu tidak akan didapat secara instan, selalu butuh proses.
Pendidikan karakter tersebut sangat efektif dimulai sejak mahasiswa pertama kali menapakkan kakinya di Universitas. Karena berarti mahasiswa tidak akan terlena diawal perkuliahan lalu meninggalkan kewajiban mengembangkan karakter di semester berikutnya. Dan diawal pula berarti mahasiswa tidak akan tersandung dengan hal-hal yang tidak ia dapatkan di dunia SMA pada kehidupan perkuliahanya.
Mengkader bukan berarti membentak, juga bukan berarti menunggu. Membentak seseorang dengan mengharapkan orang tersebut dapat berkembang adalah salah, karena orang indonesia hanya akan mengerjakan sesuatu karena takut akan bentakan, bukan karena esensi yang diharapkan. Menunggu pun seperti itu. Kaderisasi akan terlihat alot seakan tidak ada perkembangan, malah akan sia sia karena pengkader mulai bosan dengan pola kader yang ditampakkan.
Kaderisasi itu harus tegas. Jika benar maka diapresisasi, jika salah maka diarahkan ke arah yang benar, dan dimulai dari pemahaman esensi, bukan dengan target akhir. (Azhar Taufiqurahman – S1 Teknik Industri 2015)
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS