
Semarang, Momentum – Kebebasan berpendapat dinilai sebagai harapan leluhur bangsa Indonesia. Ketika para pendiri bangsa menitipkan pesan untuk selalu menghargai pendapat melalui pasal 28E ayat (3) yang berbunyi,
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Namun, kini pesan tersebut hanya tinggal tulisan diatas kertas. Lika-liku kebebasan berpendapat tidak selamanya baik. Perampasan kebebasan berpendapat melanggar kebebasan Hak Asasi Manusia (HAM). Masyarakat ‘dipaksa’ diam atas keputusan yang dibuat oleh birokrat. Penjara menanti untuk yang mengambil opsi melawan.
Kebebasan pendapat kian hari semakin kritis. Parahnya, kebebasan pendapat telah masuk ke ranah pendidikan, ranah yang seharusnya ‘membiarkan’ kebebasan berpikir dan berpendapat seluas-luasnya. Universitas Diponegoro (Undip) menjadi bukti nyata terjadinya krisis kebebasan berpendapat. Bagaimana tidak, Rektorat telah menegur dua postingan BEM Undip, yakni tentang UKT dan Kuliah Online (Kulon). Hal ini dikemukan oleh Naufal Bahri, Ketua Divisi Advokasi BEM Undip 2020,
“Untuk yang teguran pertama itu Kita takedown, Mas. Terus yang teguran kedua kita tetap biarkan karena alasan dia yang bilang postingan provokatif itu tidak masuk akal. Menurut saya pribadi, Beliau menegur gitu karena memang mungkin merasa tersudutkan dengan postingan yang menampilkan sisi buruk Undip.”
Sikap peneguran tersebut memicu stigma bahwa Undip telah berubah alih menjadi Kampus “Anti-Kritik”. Sikap ini sebagai tanda kemunduran Undip dalam menjamin kebebasan berpendapat dan berpikir di area Kampus.
Penulis : Muhammad Fadel Dwi Nugraha
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS