
Semarang, Momentum – Dalam rangka menyiapkan mahasiswa menghadapi perubahan sosial, budaya, dunia kerja, dan kemajuan teknologi yang pesat, kompetensi mahasiswa harus disiapkan untuk lebih gayut dengan kebutuhan zaman. Universitas Hasanuddin (Unhas) bersama Universitas Diponegoro (Undip) dan Universitas Padjajaran (Unpad) menghadirkan program Konsorsium Merdeka Belajar (KMB). Program ini merupakan proses pertukaran pelajar di tiga universitas tersebut, dimana mahasiswa dapat mengambil mata kuliah di dalam atau di luar program studi sejenis.
“Sebenarnya ingin ambil matkul yang lintas jurusan di Unpad karena ingin mencoba belajar hal lain, tapi karena keterbatasan jumlah kursi, mau tidak mau yang diambil yang tersisa saja dan dari sekian banyak, hanya matkul yang sesuai jurusan saya yang saya minati dan itu hanya ada di Unhas,” jelas Farah Najibah Suminar, mahasiswi Teknik Arsitektur angkatan 2020 sedang mengikuti program KMB di Unhas dan mengambil 2 mata kuliah dengan total 5 sks .
Program KMB yang diikuti Farah seharusnya dimulai tanggal (02/11) hingga (31/12) atau sekitar sembilan minggu, namun karena adanya perpanjangan waktu pada pendaftaran proses belajar mengajar pun diundur mengikuti keputusan dosen terkait. Proses pembelajaran dilakukan daring menggunakan Zoom dan aplikasi KMB “Sikola” (Sistem Kelola Pembelajaran).
Seperti halnya di Undip, komunikasi berlangsung menggunakan grup Whatsapp dengan dosen terkait. Jadwal perkuliahan pun menyesuaikan jadwal dosen dan mahasiswa hingga kedua pihak menemukan waktu luang untuk melakukan kelas daring. Pada minggu pertama perkuliahan diisi dengan perkenalan unutk mengenal satu sama lain, barulah di minggu selanjutnya materi mulai diberikan. Terkadang tugas juga diberikan melalui Sikola.
Farah mengatakan kendala yang ia alami yaitu informasi tentang KMB yang kurang tersebar luaskan sehingga banyak mahasiswa yang melakukan pendaftaran pada masa penutupan dimana mata kuliah yang diminati sudah terisi penuh atau tidak mendapat kuota lagi. Selain itu informasi kelanjutan programnya kurang jelas, mahasiswa harus berinisiatif untuk mencari informasinya, melalui media sosial. Kontak dosen yang mengampu di mata kuliah yang sama juga harus mencari secara mandiri, bahkan ada beberapa dosen mata kuliah yang sampai saat ini belum didapatkan kontaknya. Disini sangat terlihat kurangnya pendampingan dari kampus untuk program ini.
Walaupun banyak kendala dan kekurangan dari program ini tentu saja masih ada manfaat dan sisi positif yang dapat diambil.
“Yang didapat pastinya wawasan, pengalaman diajar oleh dosen luar Universitas Diponegoro, dan juga bertambahnya teman baru karena di dalam kelas terdiri dari beberapa jurusan,” tambah Farah.
Penulis : Vesya dan Manda
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS