Ketika membicarakan horor, apa yang terbayang dalam benak Anda? Arwah yang merasuki tubuh manusia? Setan yang muncul dalam kegelapan? Jangan harap mendapatkan hal semacam ini di film Midsommar.
Film yang baru beberapa minggu lalu berhasil ditayangkan di bioskop se-Indonesia ini menyajikan horor yang tidak biasa, yaitu dengan latar waktu mayoritas di siang hari. Selain itu, meskipun film yang disutradarai Ari Aster (sutradara film horor Hereditary) ini ber-genre horor, film ini berangkat dari tema putus cinta yang dialami oleh sang sutradara. Oleh karena itu, film ini pun kental oleh permasalahan dalam hubungan romantis antara dua tokoh utama dalam film ini, yaitu Dani dan Christian. Film ini pun sarat akan eksplorasi kondisi mental Dani yang terguncang akibat tragedi yang terjadi di awal film. Selain itu, film ini memiliki visual yang sangat memanjakan mata dengan banyaknya bunga dan pakaian warga desa Hårga yang indah.
Kembali ke pembahasan mengenai unsur horor di film ini. Anda akan kecewa bila mengharapkan adanya jumpscare dalam film Midsommar. Ari Aster selalu bisa menciptakan aura horor dalam filmnya melalui cara lain, yaitu perpaduan antara musik latar yang mencekam, penggambaran adegan yang sadis secara graphic, pengambilan gambar yang membuat penonton merasa tidak nyaman, dan masih banyak lagi.
Uniknya, adegan “seram” dalam Midsommar tidak terlalu sering terjadi, sehingga penonton akan dibawa menaiki roller coaster emosional yang membawa mereka menanjak saat menyaksikan adegan dengan visual yang memanjakan mata, lalu menurun dengan begitu cepat saat menyaksikan adegan yang mengganggu keadaan psikologis penonton.
Bila Anda adalah penggemar film drama yang ingin mencoba genre film yang baru, Midsommar adalah pilihan yang tepat. Dalam film ini, penonton akan diajak mendalami keadaan psikologis dari tokoh-tokohnya dan bagaimana keadaan psikologis tersebut mendorong mereka untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat diterima oleh akal sehat penonton dan menyeret mereka ke dalam bahaya. Terutama pada Dani, si tokoh utama yang sedang menjalani hubungan yang toxic dengan kekasihnya. Meskipun Anda bukanlah seseorang yang emosional, Anda akan merasakan simpati saat mendengar Florence Pugh (aktris pemeran Dani) menangis kencang dan menunjukkan kebolehannya berakting dengan ekspresi wajahnya yang terkesan sederhana namun penuh teka teki di akhir film. Anda pun akan merasakan kultur warga desa Hårga yang aneh dan akan membuat Anda tidak nyaman sejak awal film, tetapi juga membuat Anda penasaran dan kagum karena sangat unik dan filosofis.
Sayang, film ini dipotong sekitar 9 menit di bioskop Indonesia, sehingga penonton Indonesia mungkin akan merasa “tanggung” saat menyaksikan film ini di bioskop karena adegan-adegan yang disensor justru merupakan adegan yang membuat film ini terasa unsur “horor”-nya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa menonton film ini di bioskop justru terasa seperti menonton film drama dan komedi (karena adanya selipan humor di beberapa adegan film ini) dengan beberapa adegan horor sebagai intermeso. Namun, jangan jadikan itu alasan untuk batal menonton film ini di bioskop karena Anda akan kehilangan kesempatan menyaksikan visual yang sangat bagus serta sensasi adegan mencekam khas Ari Aster yang tidak disensor dan tidak dapat Anda rasakan secara maksimal bila tidak disaksikan di layar lebar.
Jadi, bila Anda berusia minimal 21 tahun dan ingin merasakan film horor dengan sensasi yang benar-benar berbeda dengan film-film horor pada umumnya, Midsommar adalah pilihan film yang tepat untuk ditonton dalam waktu luang Anda. Selamat menyaksikan! (Momentum/Natasha)
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS