
Semarang, Momentum – Pada hari Jumat, 26 Maret 2021 lalu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy menyampaikan keputusan larangan mudik 2021 secara langsung. Hal tersebut menjadi perbincangan hangat bagi masyarakat terutama bagi masyarakat yang ingin bertemu dengan keluarga dan merasakan suasana lebaran di kampung halaman. Banyak masyarakat yang merasa keberatan dengan aturan tersebut yang menyebabkan mereka melakukan berbagai cara agar bisa pulang kampung. Misalnya saja pulang kampung sebelum tanggal 6 atau pulang kampung melalui jalan tikus. Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa pemerintah melarang masyarakat untuk melakukan pulang kampung? Mari kita simak uraian berikut!
Satgas Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran No. 13 Tahun 2021 mengenai Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 H dan Upaya Pengendalian Covid-19 Selama Bulan Ramadhan 1442 H. Dalam surat edaran tersebut, pemerintah dengan tegas melarang masyarakat untuk melakukan mudik pada tanggal 6-17 Mei 2021. Namun, bagi masyarakat yang ingin melakukan perjalanan mudik sebelum 6 Mei 2021 dibolehkan. Penyekatan dan sanksi putar balik mulai berlaku 6-17 Mei 2021 dengan persiapan penyekatan di 333 titik. Sebelum 6 Mei, polisi melakukan operasi keselamatan yang bertujuan menyosialisasikan larangan mudik di tanggal tersebut. Jika masyarakat melanggar peraturan tersebut maka dikenakan sanksi sesuai ketentuan UU bagi kendaraan bermotor, kendaraan pribadi, dan sanksi penilangan bagi kendaraan travel atau bis. Sedangkan untuk kendaraan laut dan udara yang melanggar aturan tersebut akan diberikan sanksi.
Berkaca dari kebijakan tahun lalu, Indonesia menetapkan larangan mudik yang kurang menerapkan 3T (Testing, Tracing, Treatment). Padahal dengan adanya 3T tersebut dapat meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi kasus. Artinya, kebijakan seperti ini bisa disebut tidak efektif jika dilihat dari ketidakberhasilan dalam pengendalian pada tahun lalu. Persoalan seperti inilah yang kemudian menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Beberapa dari mereka beranggapan bahwa larangan mudik ini dapat menekan kasus Covid-19, sedangkan sisanya tidak setuju dengan kebijakan ini karena dianggap kurang efektif.
Menurut masyarakat yang pro, pelarangan mudik dapat menekan penyebaran Virus Covid-19 sebab mobilitas dan interaksi dari masyarakat lebih dibatasi. Selain itu, pemberlakuan kebijakan ini menjadi lebih optimal dengan adanya program vaksin. Opini tersebut berbanding terbalik dengan masyarakat yang kontra. Menurut masyarakat yang kontra, larangan mudik ini dianggap kurang efektif. Kebijakan tersebut cukup kontradiktif dengan keputusan pemerintah yang mengizinkan masyarakat sholat di masjid dan pariwisata yang sudah mulai buka dimana-mana. Selain itu, berdasarkan fakta yang ada kasus Covid-19 di Indonesia sudah mulai menurun jika dibandingkan dengan sebelumnya. Hal itu menjadi bukti bahwa vaksin sudah cukup sukses dilaksanakan.
Sebagai penutup dari rangkaian efektivitas kebijakan mudik sebelum tanggal 6 Mei 2021, larangan mudik yang ditetapkan pemerintah seharusnya konsisten dengan melakukan 3T (Testing, Tracing, Treatment). Selain itu, masyarakat juga harus meningkatkan kesadaran untuk mematuhi protokol kesehatan. Perilaku masyarakat Indonesia saat ini masih tidak menunjukkan kesadaran, misalnya banyak masyarakat yang tidak menggunakan masker ketika berpergian dan banyaknya remaja yang nongkrong tanpa menerapkan protokol kesehatan. Dalam memutus rantai penularan Covid-19, kedisiplinan semua pihak dengan mentaati protokol kesehatan sangat dibutuhkan.
Penulis: Vania A. E. R. dan Laylin Y. P. K.
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS